Dalam setahun setelah penemuan Chauvet, penandaan radiokarbon menunjukkan gambar tersebut berusia antara 30 ribu hingga 32 ribu tahun, membuatnya dua kali lebih tua dari seni gua Lascaux di Perancis barat daya. Hasilnya “mempolarisasi dunia arkeologi,” kata Andrew Lawson, seorang arkeolog berbasis di Salisbury, Inggris.
Lawson menerima penemuan radiokarbon. “Tidak ada tempat lain di Eropa dimana kami bisa menemukan seni indah setua ini,” katanya. Namun Paul Pettitt dari Universitas Sheffield, Inggris, percaya kalau lukisan itu tidak mungkin setua itu. Studi berbasis radiokarbon tidak dapat dipandang sebagai bukti, klaimnya, memaksakan kalau gaya lukisan yang maju menunjukkan kalau itu lukisan baru. “Itu sama saja mengatakan kalau kita menemukan lukisan abad Renaissans di sebuah vila Romawi kuno,” katanya.
Walaupun studi radiokarbon lanjutan yang komprehensif tahun 2001 menunjukkan kalau usia lukisan itu memang 30 ribu tahun, Pettitt dan koleganya tetap tidak yakin. Dua tahun kemudian mereka berpendapat kalau dinding guanya masih aktif secara kimia, sehingga penandaan radioaktif dapat disalahkan dengan perubahan seribu tahun pada pigmen yang digunakan untuk menciptakan lukisan.
Untuk mendamaikan kontroversi ini, Jean-Marc Elalouf dari Insititut Biologi dan Teknologi di Saclay, Perancis, dan timnya melihat pada sisa-sisa beruang gua. Bersama dengan mamoth dan mamalia besar lainnya, beruang gua (Ursus spelaueus) mendominasi lansekap Eropa hingga akhir zaman es.
Gua Chauvet mengandung beberapa gambar beruang gua, dan Elalouf berpendapat kalau ia pasti dilukis ketika beruang tersebut masih ada di daerah itu. Untuk menemukan kapan beruang lenyap, timnya mengumpulkan 38 sampel sisa-sisa beruang gua yang ada di gua Chauvet dan menganalisa DNA mitokondrianya.
Mereka menemukan kalau hampir semua sampel sama secara genetik, menunjukkan kalau populasi beruang gua itu kecil, terisolasi dan karenanya rentan. Penandaan radiokarbon menunjukkan kalau sampelnya berusia antara 37 ribu hingga 29 ribu tahun, menunjukkan kalau pada akhirnya mereka punah, setidaknya secara lokal. Sampel dari gua didekatnya, Deux-Ouvertures, memberikan hasil yang sama pula.
Dengan usia sisa-sisa beruang gua, “jelas kalau lukisan tersebut sangat purba”, kata Elalouf. Michael Knapp dari Universitas Otago di Dunedin, Selandia Baru, yang juga mempelajari beruang gua, mengatakan kalau ia tidak meragukan hasil analisa DNA.
Walau kita tidak tahu pastinya kapan beruang gua punah, semua penandaan yang handal menunjukkan sisa-sisa yang terakhir di Eropa setidaknya berusia 24 ribu tahun, kata Martina Pacher dari Komisi Penelitian Kuaterner di Wina, Austria. “Jadi hasil di Chauvet tidak mengejutkan, dan saya setuju dengan kesimpulan mereka,” katanya.
“Kami sekarang memiliki jalur bukti independen kalau beruang [di Chauvet] berasal dari sebelum 29 ribu tahun lalu,” kata Lawson. “Itu mendukung argumen usia tua.”
Pettitt tetap saja tidak yakin dengan menyebut penelitian terbaru ini “licik.” Ia mengatakan kalau tim itu menyimpulkan persebaran beruang regional berdasarkan waktu mengandalkan bukti hanya dari dua buah gua.
Pettitt juga mempertanyakan apakah lukisan itu memang menunjukkan beruang gua: beruang coklat hidup di daerah itu setelah beruang gua punah. Namun Elalouf mengatakan kedua spesies itu hanya dapat dibedakan berdasarkan bentuk tengkorak, tapi mengatakan juga kalau lukisan itu memang menunjukkan beruang gua.